INTERAKSI OBAT DALAM KLINIK
I. PENGERTIAN DAN KEJADIAN INTERAKSI
Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan. Kemungkinan terjadinya peristiwa interksi harus selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara bersamaan atau hampior bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan, misalnya saja peristiwa interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan menghambat sekresi penisilin di tubuhi ginjal, sehingga akan memperlambat ekskresi penisilin dan mempertahankan penisilin lebih lama dalam tubuh. Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Secara ringkas dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai,
- Terjadinya efek samping,
- Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan.
Angka kejadian (incidence) dari interaksi obat tidak terlalu jarang dalam klinik. Menurut laporan diperkirakan + 7% dari kejadian efek samping obat disebabkan karena peristiwa interaksi obat, dan kurang lebih 1/3 dari pasien pasien yang meninggal karena efek samping obat (+ 4% dari kematian di rumah sakit ) dikarenakan oleh interaksi obat. Peristiwa interaksi ini menjadi pokok yang penting untuk selalu diperhatikan dengan melihat kebiasaan peresapan polifarmasi yang ada dalam praktek. Sebagai contoh, setiap pasien yang datang ke Puskesmas rata-rata akan medapat obat + 4 jenis pada saat yang bersamaan. Walaupun secara teoritik atau eksperimental kemungkinan terjadinya interaksi sangat beraneka-ragam tetapi tidak semua interaksi tersebut bermakna atau penting dalam klinik. Perubahan ini hanya menyangkut interaksi yang penting secara klinik. Kepentingan klinik ini secara sekali lagi dilihat dari dampak yang terjadi apakah mempengaruhi terjadinya efek toksis ataukah menyebabkan kegagalan tercapainya efek terapik.
Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan. Kemungkinan terjadinya peristiwa interksi harus selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara bersamaan atau hampior bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan, misalnya saja peristiwa interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan menghambat sekresi penisilin di tubuhi ginjal, sehingga akan memperlambat ekskresi penisilin dan mempertahankan penisilin lebih lama dalam tubuh. Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Secara ringkas dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai,
- Terjadinya efek samping,
- Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan.
Angka kejadian (incidence) dari interaksi obat tidak terlalu jarang dalam klinik. Menurut laporan diperkirakan + 7% dari kejadian efek samping obat disebabkan karena peristiwa interaksi obat, dan kurang lebih 1/3 dari pasien pasien yang meninggal karena efek samping obat (+ 4% dari kematian di rumah sakit ) dikarenakan oleh interaksi obat. Peristiwa interaksi ini menjadi pokok yang penting untuk selalu diperhatikan dengan melihat kebiasaan peresapan polifarmasi yang ada dalam praktek. Sebagai contoh, setiap pasien yang datang ke Puskesmas rata-rata akan medapat obat + 4 jenis pada saat yang bersamaan. Walaupun secara teoritik atau eksperimental kemungkinan terjadinya interaksi sangat beraneka-ragam tetapi tidak semua interaksi tersebut bermakna atau penting dalam klinik. Perubahan ini hanya menyangkut interaksi yang penting secara klinik. Kepentingan klinik ini secara sekali lagi dilihat dari dampak yang terjadi apakah mempengaruhi terjadinya efek toksis ataukah menyebabkan kegagalan tercapainya efek terapik.
II. OBAT YANG TERLIBAT DALAM PERISTIWA INTERAKSI
Interaksi obast paling tidak melibatkan 2 jenis obat,
- Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengatuhi atau diubah oleh obat lain.
- Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi atau
atau efek obat lain.
Interaksi obast paling tidak melibatkan 2 jenis obat,
- Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengatuhi atau diubah oleh obat lain.
- Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi atau
atau efek obat lain.
III. PEMBAGIAN DAN MEKANISME INTERAKSI
Interaksi obat berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar,
1. Interaksi farmasetik,
2. Interaksi famakokinetik,
3. Interaksi farmakodinamik.
Interaksi obat berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar,
1. Interaksi farmasetik,
2. Interaksi famakokinetik,
3. Interaksi farmakodinamik.
III.1. Interaksi farmasetik
Interaksi ini merupakan interaksi fisiko-kimiawi di mana terjadi reaksi fisiko-kimiawi antara obat-obat sehingga mengubah (menghilangkan) aktifitas farmakologik obat. Yang sering terjadi misalnya reaksi antara obat-obat yang dicampur dalam cairan secara bersamaan, misalya dalam infus atau suntikan . Campuran penisilin (atau antibiotika beta-laktam yang lain) dengan aminoglikosida dalam satu larutan tidak dianjurkan. Walaupun obat-obat ini pemakaian kliniknya sering bersamaan, jangan dicampur dalam satu suntikan.
Beberapa tindakan hati-hati (precaution) untuk menghindari interaksi farmasetik ini mencakup,
· Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul bahwa tidak ada interaksi antar masing-masingobat.
· Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-sama lewat infus.
· Selalu perhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya (manufacturer leaflet), untuk melihat peringatanperingatan pada pencampuran dan cara pemberian obat (terutama untuk obat-obat parenteral misalnya injeksiinfus dan lain-lain)
· Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul bahwa tidak ada interaksi antar masing-masingobat.
· Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-sama lewat infus.
· Selalu perhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya (manufacturer leaflet), untuk melihat peringatanperingatan pada pencampuran dan cara pemberian obat (terutama untuk obat-obat parenteral misalnya injeksiinfus dan lain-lain)
· Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravenosa atau yang lain, perhatikan bahwa tidak ada
perubahan warna, kekeruhan, presipitasi dan lain-lain dari larutan.
· Siapkan larutan hanya kalau diperlukan saja. Jangan menimbun terlalu lama larutan yang sudah dicampur,
kecuali untuk obat-obat yang memang sudah tersedia dalam bentuk larutan seperti metronidazol , lidakoin dan
lain-lain.
· Botol ifus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, obat-obat yang sudah dimasukkan, termasuk dosis dan dan waktunya.
· Jika harus memberi per infus dua macam obat, berikan lewat 2 jalur infus, kecuali kalau yakin tidak ada
interaksi. Jangan ragu-ragu konsul apoteker rumah sakit.
perubahan warna, kekeruhan, presipitasi dan lain-lain dari larutan.
· Siapkan larutan hanya kalau diperlukan saja. Jangan menimbun terlalu lama larutan yang sudah dicampur,
kecuali untuk obat-obat yang memang sudah tersedia dalam bentuk larutan seperti metronidazol , lidakoin dan
lain-lain.
· Botol ifus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, obat-obat yang sudah dimasukkan, termasuk dosis dan dan waktunya.
· Jika harus memberi per infus dua macam obat, berikan lewat 2 jalur infus, kecuali kalau yakin tidak ada
interaksi. Jangan ragu-ragu konsul apoteker rumah sakit.
III.2. Interaksi farmakokinetik
Interkasi farmakokinetik terjadi bila obat presipitan mempengaruhi atau mengubah proses absorpsi, distribusi (ikatan protein), metabolisme, dan ekskresi dari obat-obat obyek. Sehingga mekanisme interaksi inipun dapat dibedakan sesuai dengan proses-proses biologik (kinetik) tersebut.
III.3. Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik berbeda dengan interaksi farmakokinetik. Pada interaksi farmakokinetik terjadi perubahan kadar obat obyek oleh karena perubahan pada proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Pada interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah. Tetapi yang terjadi adalah perubahan efek obat obyek yang disebabkan oleh obat presipitan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat. Interaksi farmakodinamik dapat dibedakan menjadi:
Interaksi farmakodinamik berbeda dengan interaksi farmakokinetik. Pada interaksi farmakokinetik terjadi perubahan kadar obat obyek oleh karena perubahan pada proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Pada interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah. Tetapi yang terjadi adalah perubahan efek obat obyek yang disebabkan oleh obat presipitan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat. Interaksi farmakodinamik dapat dibedakan menjadi:
1. Interaksi langsung (direct interaction)
2. Interaksi tidak langsung (indirect interaction)
IV. DAMPAK KLINIK INTERAKSI OBAT
Secara teoritis banyak sekali interaksi yang mungkin terjadi dengan mekanisme yang telah diuraikan di muka.
Namun demikian, tidak semuanya memberikan dampak klinik yang penting. Dampak klinik akan sangat tergantung pada ciri-ciri obat obyek (lihat II.1.), yakni:
- Profil hubungan dosis (kadar) dengan respons dari obat obyek. Untuk obat-obat dengan kurva kadar vs. respons yang curam (steep dose-response curve), di mana perubahan sedikit kadar atau jumlah obat akan berpengaruh besar terhadap efek obat, maka setiap perubahan kadar karena interaksi obat akan memberikan perubahan efek yang sangat berarti.
- Obat-obat dengan resiko toksik: terapetik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio), atau sering dikenal juga
sebagai obat dengan lingkup terapi sempit.
Secara teoritis banyak sekali interaksi yang mungkin terjadi dengan mekanisme yang telah diuraikan di muka.
Namun demikian, tidak semuanya memberikan dampak klinik yang penting. Dampak klinik akan sangat tergantung pada ciri-ciri obat obyek (lihat II.1.), yakni:
- Profil hubungan dosis (kadar) dengan respons dari obat obyek. Untuk obat-obat dengan kurva kadar vs. respons yang curam (steep dose-response curve), di mana perubahan sedikit kadar atau jumlah obat akan berpengaruh besar terhadap efek obat, maka setiap perubahan kadar karena interaksi obat akan memberikan perubahan efek yang sangat berarti.
- Obat-obat dengan resiko toksik: terapetik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio), atau sering dikenal juga
sebagai obat dengan lingkup terapi sempit.
Di samping kedua hal di atas, makna klinik interaksi obat juga akan sangat tergantung kepada jenis dari efek yang terjadi, terutama untuk interaksi farmakodinamik, yakni apabila efek obat obyek yang mengalami perubahan tersebut merupakan efek farmakologik utama/penting terhadap timbulnya efek terapetik maupun efek toksik dari obat. Misalnya perubahan sedikit saja dari efek antikoagulasi, bisa terjadi perdarahan atau kegagalan antikoagulasi.
Secara ringkas, makna klinik yang bisa terjadi ada 2 macam, yakni:
- Meningkatnya efek toksik baik disertai dengan meningkatnya kadar obat obyek atau tidak.
- Kegagalan efek terapetik.
KEPUSTAKAAN
Grahame-Smith DG & Aronson JK 1985. Oxford Textbook of Clinical Pharmacology and Drug Therapy. Oxford University Press, Oxford
Santoso B 1986 Makna klinik interaksi obat. Medika 12 (1):94-98
Stockley I 1981. Drug Interactions and Their Mechanisms, 3rd reprint. Cambridge University Press, Cambridge.
Michaels RM & Brown GR (ed) 1985. Drug Consultants 1985-1986. John Wile & Sons, New York. Pp 332-339
Grahame-Smith DG & Aronson JK 1985. Oxford Textbook of Clinical Pharmacology and Drug Therapy. Oxford University Press, Oxford
Santoso B 1986 Makna klinik interaksi obat. Medika 12 (1):94-98
Stockley I 1981. Drug Interactions and Their Mechanisms, 3rd reprint. Cambridge University Press, Cambridge.
Michaels RM & Brown GR (ed) 1985. Drug Consultants 1985-1986. John Wile & Sons, New York. Pp 332-339